NASKAH AKADEMIK
TENTANG
PENGEMBANGAN GERAKAN KEPANDUAN
ASISTEN DEPUTI PENGEMBANGAN FASILITATOR KEPEMIMPINAN PEMUDA
DEPUTI PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA
KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
TAHUN 2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemuda memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, bahwa pemuda memiliki peran aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Berkaitan dengan peran pemuda tersebut, pembangunan kepemudaan dilaksanakan dalam bentuk pelayanan kepemudaan yang berfungsi melaksanakan penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan potensi kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penyadaran kepemudaan dilaksanakan pada aspek ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan agar pemuda memiliki kemampuan untuk memahami dan menyikapi perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun global. Sementara pemberdayaan pemuda dilaksanakan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental spritiual, pengetahuan, serta ketrampilan diri dan organisasi menuju kemandirian pemuda.
Pengembangan potensi pemuda dilaksanakan melalui pengembangan potensi kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan. Pengembangan kepemimpinan dilaksanakan untuk menanamkan dan menumbuhkembangkan semangat kepemimpinan di kalangan pemuda. Pengembangan kewirausahaan dilaksanakan sesuai minat, bakat, potensi pemuda, potensi daerah, dan arah pembangunan nasional. Selanjutnya pengembangan kepeloporan pemuda dilaksanakan untuk mendorong kreativitas, inovasi, keberanian melakukan terobosan, dan kecepatan mengambil keputusan sesuai dengan arah pembangunan nasional.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam rangka penyadaran, pemberdayaan dan pengembangan pemuda adalah pendidikan kepanduaan. Pendidikan Kepanduan, sebagai pendidikan nonformal yang diselenggarakan di luar sekolah dan di luar keluarga merupakan pendidikan yang tepat untuk membentuk watak, kepribadian, dan pekerti kaum muda. Penerapan Prinsip Dasar Kepanduan yang inti pokoknya adalah ketaatan terhadap nilai-nilai yang meliputi kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kewajiban terhadap tanah air, kewajiban terhadap masyarakat, dan kewajiban terhadap diri sendiri, serta kepatuhan terhadap kode kehormatan, telah berhasil dengan gemilang membentuk watak, kepribadian dan pekerti pemuda Indonesia untuk mensiagakan upaya kemerdekaan Indonesia. Lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945, serta perjuangan revolusi fisik sampai dengan tahun 1949.
Pada tahap selanjutnya, perkembangan pendidikan Kepanduan di Indonesia berjalan seirama dengan perkembangan kehidupan berpolitik dan bernegara. Sebagai akibat lahirnya puluhan partai politik yang menandai berlakunya era demokrasi liberal, mendorong lahirnya puluhan organisasi kepanduan di Indonesia yang sebagian diantaranya beraviliasi pada partai politik. Organisasi kepanduaan yang beraviliasi dengan partai politik ini, karena tidak sesuai dengan Prinsip Dasar Kepanduan sebenarnya bukanlah organisasi kepanduan. Dampaknya, bukan saja akan merugikan kehidupan Gerakan Kepanduan, tetapi yang terpenting lagi akan merugikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk mengatasinya, pada tahun 1961, melalui Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka, pemerintah menyatukan lebih dari 60 organisasi kepanduan di Indonesia ke dalam satu wadah yang dikenal dengan nama Gerakan Pramuka dan menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan kepanduan kepada pemuda dan anak-anak ditugaskan kepada perkumpulan Gerakan Pramuka. Sejak saat itu, Gerakan Pramuka berkembang pesat. Pada saat ini Gerakan Pramuka telah memiliki Kwartir Daerah di 33 Provinsi, Kwartir Cabang di 456 Kabupaten/Kota, dengan jumlah anggota sekitar 17 juta orang. Jumlah anggota Gerakan Pramuka di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, karena jumlah anggota kepanduan di seluruh dunia yang tergabung dalam World Organization of the Scout Movement (WOSM) hanya sekitar 28 juta orang. Sampai saat ini Gerakan Pramuka telah terbukti berhasil mendidik Generasi Muda Indonesia menjadi kaum muda yang memiliki idealisme, nasionalisme, rela berkorban, berwatak kesatria, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, inovatif, kreatif, dan tanggap terhadap lingkungan yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan Indonesia yang aman, damai, sejahtera, dan demokratis.
Pelaksanaan pelayanan kepemudaan melalui kepanduan perlu didukung dengan peningkatan koordinasi dan kerjasama kementerian/lembaga. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan arah kebijakan dan strategi pengembangan kepanduan yang sinergis, terintegrasi, dan komprehensif. Tugas untuk merevitalisasi Gerakan Pramuka sebagai penyelenggara pendidikan kepanduann merupakan bagian dari Kontrak Kinerja Menteri Pemuda dan Olahraga dengan Presiden Republik Indonesia. Sebagai salah satu Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Menpora mendapatkan penugasan khusus yang diamanahkan oleh Presiden untuk lebih memberdayakan dan mengembangkan Gerakan Pramuka. Kontrak kinerja tersebut kemudian dituangkan didalam instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2010. Melalui Inpres ini Kementerian Pemuda dan Olahraga ditugaskan untuk menyusun kebijakan pengembangan kepanduan dalam rangka meningkatkan partisipasi pemuda dalam gerakan kepanduan. Disamping Inpres tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2009, Kementerian Pemuda dan Olahraga juga diamanahkan untuk membantu pendanaan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Gerakan Pramuka.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Penulisan naskah akademik kebijakan pengembagan gerakan kepanduan ini dimaksudkan untuk menyediakan bahan landasan pemikiran akademik dalam merumuskan pokok-pokok rancangan kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) tetang kebijakan pengembangan gerakan kepanduan. Sedangkan tujuan dari penyusunan naskah akademik ini adalah :
1. Mengidentifikasi dan mendifinisikan objek kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan
2. Mengidentifikasi dan menentukan subjek kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan
3. Memetakan lokasi dan keberadaan objek kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan
4. Memetakan arah program dan strategi yang tepat dalam peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan
5. Memetakan subjek pelaksana atau penanggung jawab kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan
C. METODE PENULISAN
Proses penyusunan rancangan Inpres tentang peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari sumber hukum material dan sumber hukum formal dan sumber-sumber pustaka lainnya. Penyusunan Naskah Akademik rancangan Inpres tentang kebijakan pengembangan Gerakan Kepanduan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis yang berasal dari dua sumber hukum, yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal.
Bahan pustaka yang berkaitan dengan kepemudaan dan kepanduan digunakan sebagai bahan rujukan dalam rancangan perumusan kebijakan. Kebijakan kepanduan di negara lain seperti Amerika, Filipina, dan Eropa termasuk dalam bahan rujukan. Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan adalah berdasarkan pada data kualitatif dan data kuantitatif tentang kepemudaan dan kepanduan. Melalui penulisan deskriptif analitis dapat ditemukan identifikasi, definisi, objek, sasaran, arah, strategi, program, dan penanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan.
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup naskah akademik ini memuat tentang latar belakang berkaitan dengan kepemudaan dan kepanduan, landasan penyusunan kebijakan pengembangan kepanduan, urgensi peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan kepanduan serta sasaran, arah, dan strategi pengembangan kebijakan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan kepanduan.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
A. FILOSOFIS
Bangsa Indonesia memiliki pandangan hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang terumuskan dalam sila-sila Pancasila. Pancasila sebagai dasar filosofis kehidupan berbangsa dan bernegara dirumuskan di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Penjabaran nilai-nilai Pancasila di dalam hukum mencerminkan suatu keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai norma filosofis negara sebagai sumber cita-cita hukum yang terumuskan lebih lanjut dalam tata hukum atau hirarki peraturan perundang-undangan merupakan “kaidah dasar fundamental negara”. Tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara hendak diarahkan. Oleh karena itu, undang-undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat tentang nilai-nilai luhur dan filosofis yang hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undang-undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Cita-cita filosofis yang terkandung dalam undang-undang hendaklah mencerminkan cita-cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan itu sendiri. Dalam konteks kehidupan bernegara, Pancasila sebagai falsafah haruslah tercermin dalam pertimbangan-pertimbangan filosofis yang terkandung di dalam setiap undang-undang.
Kaum muda adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa, Pemuda yang berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing menjadi tumpuan bagi kemajuan bangsa. Negara memiliki kewajiban melaksanakan pembangunan kepemudaan dalam bentuk pelayanan kepemudaan. Gerakan Kepanduan adalah salah satu bentuk kegiatan yang mendidik dan membina kaum muda Indonesia guna mengembangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga menjadi manusia yang berwatak, berkepribadian, dan berbudi-pekerti luhur serta menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada NKRI serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan menyatakan bahwa pembangunan kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan, yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pembentukan karakter, peningkatan kapasitas dan keterampilan, dan pengembangan kepemimpinan kaum muda sangat mendesak untuk dilakukan. Gerakan Kepramukaan sebagai gerakan pendidikan bagi kaum muda merupakan wadah yang tepat bagi upaya tersebut. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam upaya peningkatan kuantitas dan kualitas kaum muda maka pemerintah berkewajiban untuk melakukan peningkatan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan Praja Muda Karana dan diatur dalam sebuah Instruksi Presiden
B. YURIDIS
Secara yuridis penyelenggaraan pendidikan kepanduan ditugaskan kepada perkumpulan Gerakan Pramuka sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Keputusan Presiden tidak termasuk dalam jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sampai saat ini Gerakan Pramuka belum memiliki landasan hukum yang kuat. Gerakan Pramuka juga diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1988 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2004 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan yang terbaru adalah Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka.
Selain itu terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan Kepanduan, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan diri pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Untuk terwujudnya Pasal 12, khususnya yang terkait dengan pembentukan manusia yang beriman, bertakwa, bertanggungjawab dan berakhlak mulia, diperlukan suatu upaya khusus. Hal ini antara lain dapat dilakukan melalui Pendidikan Kepanduan yang menekankan aspek iman, takwa, watak, kepribadian dan pekerti, kapasitas dan keterampilan, serta kepemimpinan.
Tujuan pendidikan kepanduan adalah membantu mengembangkan sumberdaya kaum muda yang mencakup mental, moral, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan intelektual, dan fisiknya untuk disiapkan sebagai kader pemimpin bangsa masa depan yang beriman, bertaqwa, berilmu-pengetahuan, dan bermoral Pancasila.
Selanjutnya dalam Pasal 15 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan pribadinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya secara layak. Perjuangan yang dimaksud dalam Pasal ini akan lebih cepat tercapai melalui Gerakan Pramuka yang sangat menekankan pengembangan aspek pribadi terutama yang terkait dengan kehendak untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Undang-Undang lain yang terkait dengan Gerakan Pramuka adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Apabila dicermati beberapa pasal dalam undang-undang ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan Gerakan Pramuka. Pasal-pasal yang dimaksud antara lain Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa anak adalah seorang manusia yang belum berumur 18 tahun termasuk anak dalam kandungan dan Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Oleh karena itu, setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan kepramukaan sebagai sebuah gerakan pendidikan yang mengutamakan pendidikan nilai dalam rangka pembentukan watak, kepribadian, dan akhlak mulia.
Adapun beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terkait dengan pendidikamn Kepanduan, antara lain Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3). Pasal 26 ayat (2) menyebutkan bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap kepribadian profesional. Padahal fungsi Pendidikan Kepanduan bukan hanya itu, melainkan juga mencakup pengembangan watak, kepribadian, dan pekerti generasi muda.
Sedangkan dalam penjelasan Pasal 26 ayat (3) dinyatakan bahwa Pendidikan Kepanduan/Kepramukaan adalah bagian dari pendidikan nonformal kepemudaan. Dalam kenyataan, peserta didik Gerakan Pramuka tidak hanya kelompok pemuda melainkan sebagian besar justru kelompok anak-anak berusia 7 s/d 10 tahun (Siaga), usia 11 s/d 15 tahun (Penggalang) dan usia 16 s/d 18 tahun (awal Penegak). Berdasarkan uraian ini, maka Gerakan Pramuka memerlukan adanya pengaturan lebih lanjut dalam undang-undang tersendiri, yang menguraikan bahwa peserta didiknya mencakup seluruh penggolongan usia, baik usia anak (7 s/d 18 tahun) maupun usia pemuda (18 s/d 30 tahun), di samping usia orang dewasa yang mengelolanya.
Tujuan Gerakan Pramuka sesuai sejalan dengan tujuan pembangunan kepemudaan dalam Pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Gerakan Pramuka mendidik anggotanya agar memiliki ketinggian moral, spiritual, kuat mental, sosial, intelektual, emosional, dan fisiknya; tinggi kecerdasan dan mutu keterampilannya; serta kuat dan sehat jasmaninya. Gerakan Pramuka dapat pula digolongkan sebagai organisasi kepemudaan. Dalam Pasal 40 ayat 94 dinyatakan bahwa organisasi kepemudaan berfungsi untuk mendukung kepentingan nasional, memberdayakan potensi, serta mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.
Mengingat mendesaknya pengembangan gerakan kepanduan Pramuka sebagai wadah pendidikan dan pembinaan kaum muda maka diperlukan suatu langkah yang tepat, cepat, dan terencana melalui sebuah landasan kebijakan pemerintah.
C. SOSIOLOGIS
Setiap norma hukum yang dituangkan dalam berbagai peratuan harus mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu, gagasan normatif yang dituangkan dalam Inpres harus benar-benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam Inpres itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah masyarakat hukum yang diaturnya.
Pemuda adalah potensi dan penerus perjuangan bangsa yang harus dipersiapkan sebagai kader masa depan. Kemajuan di berbagai bidang telah membawa dampak pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk kepada pemuda sebagai penerus bangsa. Terlebih lagi dalam dunia yang dicirikan sebagai saling terhubung – terkait berskala global (global interconnectedness) seperti saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk tetap mempertahankan identitas bangsa. Globalisasi membawa arus budaya global yang tidak selalu sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa.
Derasnya arus globalisasi telah menyebabkan kaum muda saat ini cenderung kurang memiliki kepekaan dan solidaritas sosial, semangat kebangsaan dan kebersamaan, persatuan dan kesatuan, patriotisme dan idealisme dalam berbangsa dan bernegara. Apabila terus dibiarkan, maka hal ini dapat merusak hidup dan kehidupan kaum muda, bahkan dapat mengancam eksistensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di masa depan.
Kondisi tersebut semakin sulit dengan kondisi sosial ekonomi yang masih belum , yang antara lain ditandai oleh masih tingginya angka kemiskinan dan banyaknya permasalahan sosial seperti kenakalan remaja, rendahnya komitmen dan kedisiplinan, munculnya bibit kerawanan sosial, tawuran antar pelajar atau antar mahasiswa atau antar pemuda, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), masalah penyakit HIV/AIDS, kehamilan di luar nikah, dan aborsi.
Dalam konteks ini, Gerakan Kepanduan berperan penting dalam membentuk pemuda yang berakhlak mulia dan tidak mudah terpengaruh oleh nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Di tengah era globalisasi dan reformasi saat ini kaum muda dituntut untuk dapat menyesuaikan diri tanpa terseret ke dalam arus yang bertentangan dengan budaya bangsa.
Sejarah perjalanan bangsa menunjukkan bahwa keberhasilan perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia, mulai dari lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945, serta perjuangan revolusi fisik sampai dengan tahun 1949 yang dimotori oleh kaum muda, tidak terlepas dari keberhasilan pembentukan watak, kepribadian, dan akhlak mulia kaum muda Indonesia melalui Gerakan Kepanduan.
Perubahan lingkungan strategis secara multidimensi di berbagai bidang yang terjadi saat ini telah mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak kaum muda sehingga mereka kurang memiliki kepekaan sosial, rasa kemanusiaan, dan solidaritas sosial. Gerakan Kepanduan selama ini telah terbukti berperan besar dalam membentuk watak, kepribadian, akhlak mulia, dan kecakapan hidup kaum muda Indonesia sebagai kader bangsa. Oleh karena itu demi kepentingan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka pembentukan watak, kepribadian dan akhlak mulia kaum muda melalui Pendidikan Kepanduan harus lebih diaktifkan lagi.
1. PSIKOPOLITIK
Yang dimaksud Psikopolitik Masyarakat adalah suatu kondisi nyata di dalam masyarakat tentang tingkat penerimaan (acceptance) atau tingkat penolakan (resistance) terhadap berbagai peraturan, apabila telah memenuhi kebutuhan masyarakat yang dalam pembuatannya turut mengikutsertakan masyarakat. Keikutsertaan masyarakat dalam pembuatan berbagai peraturan akan membangun akseptan dan mereduksi serendah mungkin tingkat resistensinya adalah ideal bagi pembuatan sebuah kebijakan pemerintah.
Resistensi terhadap suatu kebijakan pengembangan kepanduan sangat tidak diharapkan. Namun demikian, upaya mereduksi resistensi tersebut perlu dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi pemuda dalam proses penysunan kebijakan pengembangan kepanduan guna menghindari anggapan bahwa rezim hukum pengembangan kepanduan akan memasung kebebasan pemuda untuk mengembangkan potensinya. Hal tersebut perlu diakomodasi dalam kegiatan sosialisasi yang terus menerus di semua lapisan masyarakat, agar masyarakat dapat memahami urgensi penyusunan kebijakan pengembangan kepanduan.
2. SOSIO-EKONOMI
Berlakunya sistem pasar bebas dalam kerangka ASEAN-AFTA, NAFTA, ACFTA, Masyarakat Ekonomi Eropa, dan Organisasi Perdgangan Internasional (World Trage Organization) perlu mendapat perhatian dalam rangka meningkatkan kemampuan daya saing dan produktivitas domestik untuk dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam percaturan dunia.
Produktifitas negara sangat ditentukkan oleh sumber daya manusia negara bersangkutan khususnya didalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sebagai sumber peningkatan perekonomian negara. Pemuda merupakan kelompok masyarakat dengan tingkat produktifitas tinggi untuk berkarya, berkreasi, berinovasi dalam pembangunan perekonomian nasional. Energi pemuda merupakan tenaga kerja potensial dengan kapasitas fisik, psikis, dan mental sebagai pembaharu, kuat, cerdas, energik dan dinamis, untuk menciptakan iklim ekonomi nasional yang kompetitif.
Dalam kondisi sosio-ekonomi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan penyiapan pemuda yang memiliki integritas moral, cerdas dan terampil, serta sehat jasmaninya. Inpres tentang peningkatan partisipasi pemuda dalam pengembangan gerakan kepanduan akan meningkatkan daya tarik pendidikan Kepanduan di mata para pemuda sehingga kuantitas anggota dan kualitas pendidikan Kepanduan meningkat. Meningkatnya kualitas pendidikan Kepanduan secara otomatis akan meningkatkan partisipasi pemuda dalam Gerakan Kepanduan.
BAB III
PEMUDA DAN GERAKAN KEPANDUAN
A. PEMUDA
Dalam perspektif demografis yang dimaksud pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki perode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia antara 16 (enam belas) - 30 (tiga puluh) tahun (UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan). Pemuda dalam perspektif sosiologis merupakan anggota masyarakat berusia produktif yang secara sadar mengambil perannya dalam konteks memajukan kehidupan dirinya dan masyarakat. Sedangkan dalam perspektif politik, pemuda merupakan individu atau komunitas warga negara yang terus-menerus menempa diri tanpa mengenal batas waktu dan mengaktualisasikan segenap potensinya untuk menjadi pemimpin di masa depan.
Jumlah pemuda pada tahun 2008 menurut Biro Pusat Statistik (BPS) sekitar 27,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 228,5 juta jiwa atau kurang lebih 62,6 juta jiwa. Terdiri dari sekitar 50,1 persen laki-laki dan 49,9 persen perempuan. Lebih dari separuh pemuda (51,90 persen) tinggal di daerah perkotaan, sisanya 48,1 persen tinggal di perdesaan. Kondisi ini menjadi salah satu fakta bahwa pemuda sekarang cenderung ’nyaman’ untuk tinggal di daerah perkotaan. Kecenderungan ini bisa dipahami mengingat selama ini kawasan perdesaan sering diidentikkan dengan daerah yang terbelakang, jauh dari berbagai fasilitas umum, dan kurang menjanjikan secara ekonomi. Dengan kondisi yang demikian, maka banyak pemuda (penduduk) yang kemudian lebih memilih untuk beraktivitas (bekerja) dan tinggal di daerah perkotaan.
Tingkat partisipasi sekolah pemuda dapat dilihat dalam tabel yang menunjukkan lebih dari 80 persen pemuda baik laki-laki maupun perempuan, sudah tidak duduk di bangku sekolah formal lagi atau tidak bersekolah lagi. Selain itu, ternyata masih ada pemuda yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal, yaitu sebesar 1,02 persen pemuda laki-laki dan 1,50 persen pemuda perempuan. Sebanyak 18,07 persen pemuda laki-laki dan 16,62 persen pemuda perempuan masih berstatus sekolah. Dari data ini menunjukkan bahwa masih ada bias jender dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Tabel 1 | Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2008 |
Jenis Kelamin | Belum/Tidak Pernah Sekolah | Masih/Sedang Sekolah | Tidak Bersekolah Lagi |
(1) | (2) | (3) | (4) |
Laki-laki | 1.02 | 18.07 | 80.91 |
Perempuan | 1.50 | 16.62 | 81.88 |
Total | 1.27 | 17.34 | 81.40 |
Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS.
Dari data statstik juga menunjukan adanya ketimpangan pendidikan antara masyarakat perdesaan dengan perkotaan. Gambar 1 memperlihatkan bahwa persentase pemuda yang belum/tidak pernah mengenyam pendidikan formal di perdesaan lebih tinggi dibanding yang tinggal di perkotaan, yaitu 2,10 persen berbanding 0,50 persen. Ketimpangan yang serupa juga terjadi pada kategori masih sekolah, yaitu pemuda yang masih/sedang bersekolah di perdesaan hanya sebesar 13,52 persen sedangkan di perkotaan mencapai 20,86 persen. Sementara itu, jumlah pemuda yang tidak bersekolah lagi di perkotaan sebanyak 78,65 persen dan di perdesaan 84,38 persen.
Sumber: Susenas KOR Juli 2008, BPS.
Secara garis besar partisipasi sekolah pemuda per provinsi yang tidak/belum pernah sekolah secara umum tidak terlalu bervariasi, angkanya berkisar antara 0,30 s.d. 5,10 persen, kecuali Papua. Persentase pemuda yang tidak pernah sekolah di Provinsi Papua mencapai 23,86 persen, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya. Sementara itu di provinsi tetangganya, yaitu Papua Barat, pemuda yang tidak pernah sekolah hanya sebesar 5,10 persen. Kedua angka tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan, walaupun Papua Barat dulunya pecahan dari Papua.
Persebaran pemuda menurut wilayah hasil proyeksi penduduk dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa secara umum, persebaran pemuda masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Di kedua pulau ini, persentase jumlah pemuda mencapai 79 persen dari total jumlah pemuda di Indonesia. Padahal luas wilayah kedua pulau ini hanya sekitar 31 persen dari total luas wilayah Indonesia. Sedangkan di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua yang luas wilayahnya sekitar 2/3 dari wilayah Indonesia, persentase pemudanya tidak lebih dari sepertiga.
Sumber: Diolah dari Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2015, BPS
Gambaran ketimpangan persebaran pemuda ini telah menimbulkan kesenjangan perkembangan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ini terutama terjadi antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antar berbagai kota di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa menurut garis Wallace, KBI meliputi seluruh provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, sedangkan KTI meliputi seluruh provinsi di Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, NTB, dan NTT.
Pemuda akan senantiasa menempati posisi penting dan strategis, sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai generasi penerus untuk berkiprah di masa depan. Oleh karena itu, pemuda harus disiapkan dan diberdayakan agar memiliki kualitas dan keunggulan daya saing, guna menghadapi tuntutan, kebutuhan, serta tantangan dan persaingan di era global. Pembangunan bidang kepemudaan merupakan mata rantai tak terpisahkan dari sasaran pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Keberhasilan pembangunan pemuda sebagai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing, merupakan salah satu kunci untuk membuka peluang bagi keberhasilan di berbagai sektor pembangunan lainnya. Oleh karena itu, pembangunan kepemudaan dianggap sebagai salah satu program yang tidak dapat diabaikan dalam menyiapkan kehidupan bangsa di masa depan.
Dengan memperhatikan berbagai permasalahan serta besarnya potensi dan peran penting yang dimiliki oleh pemuda, maka sudah sewajarnya apabila pemerintah memberi perhatian yang besar pada kelompok ini. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dijelaskan bahwa pembangunan pemuda diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter kebangsaan (nation and character building) dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kepemudaan ini kemudian diwujudkan dalam 2 prioritas pembangunan nasional pemuda yaitu: penguatan pembentukan karakter bangsa (nation and character building) dan peningkatan kapasitas dan daya saing pemuda.
Prioritas pembangunan pemuda dalam RPJPN ini kemudian dituangkan dalam kerangka umum (grand design) pembangunan nasional kepemudaan (Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, 2009). Pembangunan kepemudaan difokuskan pada semua pemuda, baik yang berpotensi maupun yang bermasalah, serta tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat) saja, tetapi juga pemerintah daerah dan seluruh lapisan masyarakat.
B. GERAKAN KEPANDUAN
Inspirasi Lord Baden Powell sebagai penemu dari Kepanduan bermula dari kepulangannya dari Afrika saat bertugas sebagai seorang tentara Inggris yang berpangkat Letnan Jenderal. Saat itu dia menemukan kondisi anak-anak Inggris waktu itu sangat memprihatinkan seperti bermalas-malasan, nakal, tidak bertanggungjawab dan tidak memiliki visi hidup yang jelas. Pada tahun 1907, Baden Powell memperkenalkan Kepanduan dengan mengajak 20 orang anak-anak untuk berkemah di Brownsea Island (selanjutnya masa itu disebut-sebut sebagai momentum lahirnya Kepanduan) dan hasilnya pun sangat menggembirakan, terjadi perubahan yang signifikan terhadap perilaku anak-anak tersebut.
Di tahun selanjutnya, Baden Powell menulis sebuah buku berjudul ‘Scouting For Boys’, 1908, yang pada dasarnya memuat tentang ilmu kepanduan yang dikemas dalam cerita api unggun. Buku yang fenomenal inilah yang menyebabkan kepanduan pada akhirnya menyebar ke seluruh dunia termasuk negara Belanda yang saat itu sedang menjajah Indonesia.
Keberhasilan Pendidikan Kepanduan yang dirintis oleh Lord Baden-Powell ini kemudian dengan cepat menyebar dan diterapkan oleh berbagai negara Eropa lainnya, termasuk Belanda yang saat itu sedang menjajah Indonesia. Pada tahun 1912 Pendidikan Kepanduan tersebut dibawa Belanda ke tanah air.
A. PENGERTIAN
1. Kepanduan adalah segala sesuatu yang terkait dengan hidup dan kehidupan Pandu.
2. Pandu adalah mereka yang aktif dalam Pendidikan Kepanduan, serta mengamalkan sumpah/janji kepanduan dan ketentuan moral kepanduan.
3. Pendidikan Kepanduan adalah proses pembentukan watak, kepribadian, dan akhlak mulia kaum muda melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepanduan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan fungsional.
4. Kepanduan yang dimaksud dalam uraian ini adalah pendidikan kepramukaan dan pramuka
B. ASAS
Asas Kepanduan adalah:
1. Asas “kemandirian” berarti bahwa kepanduan harus diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang otonom dan bertanggungjawab dalam menetapkan kebijakan. Kemandirian juga mencerminkan sosok pandu yang berarti dapat mengambil keputusan dan mengatur hidupnya sendiri sehingga dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan dunia yang lebih baik. Mandiri bukan berarti tidak peduli dengan orang lain atau mementingkan diri-sendiri, namun mandiri dalam kerangka kebergantungan antar manusia. Peduli dengan orang lain berarti senantiasa aktif memperhatikan sesama hidup dan lingkungannya.
2. Asas “nondiskriminasi” berarti bahwa kepanduan terbuka bagi siapa saja tanpa membedakan suku, agama, kepercayaan, jenis kelamin, golongan, serta paham politik.
3. Asas “nonpartisan” berarti bahwa kepanduan harus diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang tidak berpolitik, bukan merupakan bagian dari salah satu organisasi sosial-politik, serta tidak menjalankan kegiatan politik praktis.
4. Asas “kemanusiaan” berarti bahwa kepanduan harus diselenggarakan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai perikemanusiaan, persaudaraan, kesetiakawanan, kesetaraan, kepedulian, dan keberadaban.
5. Asas “persatuan” berarti bahwa kepanduan harus diselenggarakan dengan menjunjung tinggi semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Asas “kebangsaan” berarti bahwa kepanduan harus diselenggarakan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air serta semangat bela negara.
C. TUJUAN
Tujuan kepanduan adalah terbentuknya pemuda yang memiliki nilai-nilai keimanan, ketakwaan, watak, kepribadian dan akhlak mulia serta memiliki keterampilan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, mewujudkan masyarakat madani, melestarikan lingkungan hidup, dan menjaga perdamaian dunia.
D. FUNGSI
Fungsi kepanduan adalah menumbuh-kembangkan tunas bangsa menjadi warga negara yang lebih bertanggung jawab, mampu membina dan mengisi kemerdekaan, serta mampu membangun dunia yang lebih baik.
E. LANDASAN PENDIDIKAN KEPANDUAN
Pendidikan kepanduan diselenggarakan berdasarkan Prinsip Dasar Kepanduan; Kode Kehormatan dan Metode Kepanduan.
1. Prinsip Dasar Kepanduan
Prinsip adalah nilai yang menjadi landasan hukum dan keyakinan setiap organisasi yang mengarahkan aktivitas, perilaku, hubungan, pengambilan keputusan, menentukan apa yang ingin dicapai dan bagaimana mencapainya.
Prinsip Dasar adalah landasan yang kuat sebagai kode etik perilaku anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Prinsip Dasar Kepanduan adalah kerangka acuan nilai-nilai kepanduan yang meliputi: iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, peduli terhadap bangsa dan tanah air, peduli terhadap sesama hidup dan alam seisinya, dan peduli terhadap diri pribadinya serta taat pada Kode Kehormatan.
Prinsip Dasar Kepanduan meliputi:
a) Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b) Peduli terhadap bangsa, tanah air, sesama hidup dan lingkungan alam seisinya
c) Peduli terhadap diri pribadinya
d) Taat kepada Kode Kehormatan Pandu
Prinsip Dasar Kepanduan yang menjadi landasan nilai dalam pendidikan kepanduan merupakan petunjuk atau pedoman dalam mengembangkan kaum muda ke arah pencapaian tujuan, dan berfungsi sebagai:
1) norma hidup Pandu;
2) landasan kode etik Pendidikan Kepanduan;
3) landasan sistem nilai Pendidikan Kepanduan;
4) pedoman dan arah pembinaan Pandu; dan
5) landasan gerak dan kegiatan Pendidikan Kepanduan mencapai sasaran dan tujuan.
2. Kode Kehormatan Pandu
Kode Kehormatan pandu disusun berlandaskan Prinsip Dasar Kepanduan. Kode Kehormatan terdiri atas janji dan ketentuan moral. Kode Kehormatan disebut pula kode etik, kode perilaku, hukum atau pedoman hidup Pandu.
Kode Kehormatan yang dinyatakan dalam bentuk janji, yakni:
a) yang diucapkan secara sukarela oleh setiap calon peserta didik dan tenaga pendidik Pendidikan Kepanduan;
b) yang secara pribadi mengikat diri untuk secara sukarela menerapkan dan mengamalkannya; dan
c) merupakan titik tolak memasuki proses Pendidikan Kepanduan guna mengembangkan visi, mental, moral, ranah spiritual, emosional, sosial, intelektual dan fisik, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat lingkungannya.
Kode Kehormatan yang dinyatakan dalam bentuk ketentuan moral, yakni merupakan:
a) pedoman untuk mengembangkan diri secara progresif yang terkait dengan pengembangan moral bangsa yang mencakup watak, kepribadian dan akhlak mulia;
b) pedoman dalam memberikan pengalaman praktis yang terkait dengan penemuan, penghayatan dan pengamalan sistem nilai yang dimiliki setiap orang-perorang sebagai bagian dari anggota masyarakat;
c) landasan bergerak dalam mencapai tujuan pendidikan kepanduan yang kegiatannya mendorong kemanunggalan dengan masyarakat, bersikap demokratis, saling menghormati, memiliki rasa kebersamaan dan gotong royong; dan
d) Kode Etik Organisasi sebagai landasan moral yang disusun dan ditetapkan bersama dengan berbagai peraturan tentang hak dan kewajiban anggota, pembagian tanggungjawab dan pengambilan putusan.
Pengamalan Kode Kehormatan dilakukan dengan penuh kesadaran, kemandirian, kepedulian, tanggungjawab, serta keterikatan moral baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan kepanduan memberikan kontribusi terhadap pendidikan kaum muda melalui sistem pendidikan diri yang progresif berdasarkan sistem nilai. Oleh karena itu pendidikan kepanduan merupakan pendidikan nilai.
3. Metode Kepanduan
Metode Kepanduan adalah pendidikan diri yang dilaksanakan dengan cara belajar interaktif dan progresif. Unsur pokok Metode Kepanduan adalah:
a) Pengamalan Kode Kehormatan Pandu, yang diselenggarakan melalui:
1) Kegiatan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
3) Pengenalan, pemeliharaan dan pelestarian lingkungan beserta alam seisinya.
4) Pembentukan sikap kebersamaan, tidak mementingkan diri sendiri, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat, dan membina persaudaraan dengan Pandu sedunia.
5) Penerapan gaya dan perilaku hidup sehat, baik jasmani maupun rohani.
6) Belajar mendengar, menghargai dan menerima pendapat/gagasan orang lain, membina sikap mawas diri, bersikap terbuka, mematuhi kesepakatan dan memperhatikan kepentingan bersama, mengutamakan kesatuan dan persatuan serta membina diri dalam upaya bertutur kata dan bertingkah laku sopan, ramah dan sabar.
7) Pembentukan sikap dan perilaku suka menolong, berpartisipasi dalam kegiatan bakti, membina kesukarelaan dan kesetiakawanan, membina ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi/mengatasi rintangan dan tantangan tanpa mengenal sikap putus asa.
8) Kesediaan dan keikhlasan menerima tugas yang ditawarkan, sebagai upaya persiapan pribadi menghadapi masa depan, berupaya melatih keterampilan dan pengetahuan sesuai kemampuannya, riang gembira dalam menjalankan tugas serta dalam menghadapi kesulitan maupun tantangan.
9) Bertindak dan hidup secara hemat, serasi dan tidak berlebihan, teliti, waspada dan tidak melakukan hal yang mubazir, dengan membiasakan hidup secara bersahaja sebagai persiapan diri agar mampu dan mau mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.
10) Pengendalian dan pengaturan diri, berani menghadapi tantangan dan kenyataan, berani dalam kebenaran, berani mengakui kesalahan, memegang teguh prinsip dan tatanan yang benar, taat terhadap aturan dan kesepakatan.
11) Pembentukan sikap dan perilaku menepati janji, mematuhi aturan dan ketentuan yang berlaku, kesediaan untuk bertanggungjawab atas segala tindakan dan perbuatan, bersikap jujur dalam hal perbuatan maupun materi.
12) Pengembangan daya pikir dan daya nalar yang baik, dalam upaya membuat gagasan dan menyelesaikan permasalahan, berhati-hati dalam bertindak, bersikap dan berbicara.
b) Belajar sambil melakukan (learning by doing), yang diselenggarakan melalui:
1) Kegiatan kepanduan yang nyata dan praktis dalam upaya memberikan bekal pengalaman dan keterampilan yang bermanfaat bagi anggota muda.
2) Pengarahan anggota muda untuk bertindak nyata dan memotivasi rasa keingintahuan akan hal-hal baru serta mendorong munculnya kemauan untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, sehingga tidak hanya menjadi penonton.
c) Sistem berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi, yang diselenggarakan melalui:
1) Belajar dan bekerjasama secara berkelompok serta berkompetisi baik antar anggota dalam kelompok maupun dengan kelompok lain. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar peserta didik mampu berorganisasi, memperoleh kesempatan belajar memimpin dan dipimpin, memikul tanggungjawab, mengatur dan menempatkan diri, bekerja dan bekerjasama dalam kerukunan serta mampu berkompetisi secara sehat dan adil.
2) Pengelompokan peserta didik dalam satuan kegiatan, masing-masing dipimpin oleh salah seorang peserta didik yang dipilih secara demokratis untuk terwujudnya kesatuan dan persatuan serta kerukunan sesama mereka.
d) Kegiatan Menantang, yang diselenggarakan melalui:
1) Pelaksanaan kegiatan kepanduan yang menarik sesuai dengan minat peserta didik.
2) Pelaksanaan kegiatan kepanduan yang bersifat kreatif, inovatif dan rekreatif yang mengandung pendidikan, dengan tujuan mengubah sikap dan perilaku, menambah pengetahuan dan pengalaman, serta meningkatkan penguasaan keterampilan dan kecakapan bagi setiap peserta didik.
3) Pelaksanaan kegiatan kepanduan dengan karakteristik modern, bermanfaat, serta taat asas.
4) Pelaksanaan kegiatan kepanduan secara terpadu sesuai dengan usia, perkembangan rohani dan jasmani, jenis kelamin, tahapan pengembangan kemampuan dan keterampilan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok.
5) Pelaksanaan kegiatan kepanduan yang bertujuan untuk dapat dikembangkannya minat, bakat, mental, moral, spiritual, emosional, sosial, intelektual dan fisik peserta didik, serta menunjang dan bermanfaat bagi perkembangan diri pribadi, masyarakat dan lingkungannya.
e) Kegiatan di Alam Terbuka, yang diselenggarakan melalui:
1) Kegiatan kepanduan yang bersifat rekreatif dan edukatif.
2) Kegiatan kepanduan yang memberikan kesadaran adanya saling kebergantungan antara alam dan manusia dengan mengembangkan suatu sikap bertanggungjawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
3) Kegiatan kepanduan yang mengembangkan kemampuan diri mengatasi tantangan yang dihadapi, menyadari tidak ada sesuatu yang berlebihan di dalam dirinya, menemukan kembali cara hidup yang menyenangkan dalam kesederhanaan, membina kerjasama, dan rasa memiliki.
4) Kegiatan memelihara lingkungan sebagai manifestasi kecintaan terhadap alam.
f) Kehadiran orang Dewasa yang memberikan dorongan dan dukungan, yang diselenggarakan melalui:
1) Pelaksanaan kegiatan kepanduan yang menstimulasi dan membantu kaum muda dapat memanfaatkan dan mengembangkan kapasitas, minat, dan pengalamannya.
2) Pelaksanaan kegiatan kepanduan yang membantu kaum muda menemukan cara dalam memenuhi kebutuhan yang berbeda, serta membuka wawasan menuju tahap selanjutnya.
g) Sistem Tanda Kecakapan, yang diselenggarakan melalui:
1) Pemberian tanda kecakapan untuk setiap pencapaian keterampilan dan kecakapan tertentu yang dicapai peserta didik.
2) Kegiatan kepanduan yang mendorong dan memotivasi peserta didik agar berusaha memperoleh keterampilan dan kecakapan.
3) Kegiatan kepanduan untuk memperoleh keterampilan dan kecakapan yang berguna bagi kehidupan diri dan baktinya kepada masyarakat.
h) Sistem Satuan Terpisah antara putra dan putri, yang diselenggarakan melalui:
1) Pemisahan Satuan Pandu Putra dengan Satuan Pandu Putri.
2) Satuan Pandu Putra dibina oleh Pembina Putra, Satuan Pandu Putri dibina oleh Pembina Putri.
3) Pemisahan tempat perkemahan Pandu Putra dengan tempat perkemahan Pandu Putri. Perkemahan Pandu Putra dipimpin oleh Pembina Putra dan perkemahan Pandu Putri dipimpin oleh Pembina Putri.
i) Kiasan Dasar, yang diselenggarakan melalui:
1) Pengembangan imajinasi sesuai dengan usia dan perkembangan peserta didik yang mendorong kreatifitas dan keikutsertaan dalam kegiatan. Kiasan Dasar harus menarik, menantang, dan mampu memotivasi peserta didik sesuai dengan minat, kebutuhan, situasi dan kondisi.
2) Pelaksanaan kegiatan kepanduan yang disusun atau dirancang untuk mengembangkan imajinasi dan memperkaya pengalaman yang tidak memberatkan peserta didik.
F. Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan Kepanduan
1. Jalur Pendidikan Kepanduan
Pendidikan Kepanduan termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan nilai-nilai Kepanduan dalam rangka pembentukan watak, kepribadian, dan akhlak mulia kaum muda. Nilai-nilai tersebut dihayati dan diamalkan oleh setiap peserta didik pendidikan Kepanduan dengan penuh kesadaran, kemandirian, kepedulian, tanggung jawab, dan keterikatan moral, baik sebagai pribadi, warga negara maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan penghayatan dan pengamalan tersebut dapat terbentuk bukan hanya pribadi yang mandiri dan tangguh tetapi juga pada gilirannya masyarakat yang mandiri, peduli, bertanggung jawab, dan memiliki moral yang tinggi sebagai masyarakat yang dicita-citakan oleh bangsa dan negara.
2. Jenjang Pendidikan Kepanduan
Pendidikan Kepanduan sebagai pendidikan yang diselenggarakan di alam terbuka dan menggunakan permainan yang menarik dan menantang harus dilaksanakan dengan memperhatikan pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa dan intelek peserta didik. Dengan demikian, penyelenggaraan Pendidikan Kepanduan dilaksanakan secara berjenjang disesuaikan dengan perkembangan jiwa dan jasmani peserta didik.
3. Jenis Pendidikan Kepanduan, terdiri atas:
a) Pendidikan nilai-nilai yang berlandaskan Kode Kehormatan, yakni janji dan ketentuan moral. Setiap Pandu harus berjanji secara bersungguh-sungguh menjalankan kewajiban terhadap Tuhan, negara, masyarakat dan diri sendiri. Setiap Pandu harus menjunjung tinggi ketentuan moral berupa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta alam, rela menolong sesama, ksatria, jujur, disiplin, bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Penanaman nilai berupa janji dan ketentuan moral ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenjang pendidikan Kepanduan.
b) Pendidikan Keterampilan:
a) Keterampilan umum yang merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikannya. Keterampilan umum yang dimaksud memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk dapat melakukan kegiatan antara lain bakti keluarga, bakti masyarakat, bela negara, berkemah dan mengembara.
b) Keterampilan khusus yang merupakan kompetensi tambahan sesuai dengan minat dan bakat. Keterampilan khusus yang dimaksud memberikan kemampuan kepada peserta didik sebagai bekal untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan.
G. Peserta Didik, Tenaga Pendidik, Sarana dan Prasarana, Kurikulum
1. Peserta Didik
Peserta didik dalam Pendidikan Kepanduan bersifat terbuka untuk seluruh kaum muda yang berminat dan secara sukarela serta aktif mendaftarkan diri tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan dan pandangan politik. Dengan demikian perbedaan suku, agama, ras, golongan dan pandangan politik tidak dibenarkan untuk diterapkan dalam penerimaan peserta didik.
2. Tenaga Pendidik
Tenaga pendidik kepanduan adalah orang dewasa yang memiliki kompetensi kepanduan. Tenaga pendidik tersebut bersifat terbuka untuk semua orang dewasa yang berminat, secara sukarela serta aktif mendaftarkan diri tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan dan pandangan politik. Tenaga pendidik kepanduan sebagai anggota masyarakat dapat aktif dan berkiprah dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, keagamaan, sosial ekonomi, dan politik kepartaian, namun apabila yang bersangkutan sedang berperan sebagai tenaga pendidik kePanduan berbagai atribut tersebut harus ditanggalkan.
3. Sarana dan Prasarana
Pendidikan Kepanduan yang diselenggarakan dengan Metode Kepanduan merupakan pendidikan diri yang dilaksanakan dengan cara belajar interaktif dan progresif yang diwujudkan melalui kegiatan yang menarik dan menantang di alam terbuka. Metode pendidikan seperti ini memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang sesuai dengan pertumbuhan fisik, perkembangan jiwa dan intelek peserta didik, serta sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, juga harus memenuhi rasa aman dan nyaman.
Untuk terselenggaranya pendidikan seperti ini diperlukan tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan. Sarana dan prasarana yang dimaksud terdiri atas:
a) Lapangan tempat berlatih;
b) Perlengkapan dan peralatan pelatihan;
c) Perpustakaan; dan
d) Sanggar keterampilan.
4. Kurikulum
Kurikulum Pendidikan Kepanduan mencakup aspek nilai dan keterampilan yang disusun sesuai dengan jenjang Pendidikan Kepanduan. Kurikulum yang terkait dengan aspek nilai harus berlandaskan Kode Kehormatan Pandu yakni janji dan ketentuan moral Pandu, sedangkan kurikulum yang terkait dengan aspek keterampilan dibedakan atas: kurikulum keterampilan umum, kurikulum keterampilan khusus, yang dibedakan sesuai dengan jenjang Pendidikan Kepanduan.
Kurikulum Pendidikan Kepanduan yang pada hakekadnya merupakan perpaduan nilai dan keterampilan tersebut, dijabarkan dalam bentuk kompetensi yang didukung oleh ketentuan moral. Pengamalan kompetensi yang seperti ini kecuali akan bermanfaat bagi diri sendiri juga akan membantu terciptanya kehidupan yang tertib dan bersusila, karena didukung oleh nilai-nilai moral.
H. Satuan Pendidikan Kepanduan
Pendidikan kepanduan dilaksanakan di Gugusdepan bagi semua golongan peserta didik. Gugusdepan sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan kepanduan dapat didirikan oleh dan terbuka untuk siapa saja yang berminat menyelenggarakan pendidikan kepanduan.
Peran gugusdepan sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan kepanduan sangat menentukan keberhasilan pendidikan kepanduan. Keberhasilan tersebut ditentukan oleh kemampuan pembina yaitu orang dewasa (tenaga pendidik) di gugusdepan tersebut. Gugusdepan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya diatur sesuai tujuan, prinsip, dan metode kepanduan yang baku.
BAB IV
POTENSI DAN PERMASALAHAN KEPEMUDAAN DAN KEPANDUAN
A. POTENSI DAN PERMASALAHAN KEPEMUDAAN
Pembangunan kepemudaan merupakan upaya penting dalam mendukung pencapaian pembangunan sumberdaya manusia. Pentingnya pembangunan sumberdaya manusia seringkali terkait dengan fakta, bahwa prestasi pembangunan manusia Indonesia yang dipresentasikan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) relatif masih kurang baik dibandingkan negara-negara tetangga di lingkup ASEAN.
Menurut Human Development Report 2007-2008, HDI Indonesia sebesar 0,728, yang berada dalam peringkat 107 dari 177 negara yang disurvei oleh UNDP. Peringkat ini masih berada di bawah Vietnam (105), Philipina (90), Thailand (78), Malaysia (63), Brunei Darussalam (30) dan Singapura (25). Oleh karena itu, pembangunan sumberdaya manusia menempati posisi prioritas utama dan sangat strategis dalam pembangunan nasional.
Dalam data single years yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah usia pemuda 16 sampai 30 tahun adalah sebanyak 62.775 juta jiwa atau 27,31 % dari jumlah penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda merupakan aset ekonomi yang penting dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi di Indonesia, bukan hanya terkait kuantitasnya yang besar sebagai tenaga kerja, akan tetapi menyangkut pula sejauhmana kualitasnya.
Dengan demikian, pemuda dalam kategori ekonomi (economic category) memiliki potensi kekuatan besar yang tampak dengan jelas dalam pembangunan perekonomian nasional. Bahkan di beberapa negara maju yang memiliki struktur penduduk piramida terbalik, dimana jumlah pemudanya lebih kecil dibandingkan usia tua menimbulkan kekhawatiran karena semakin besar rasio ketergantungan yang harus dipikul oleh usia produktif. Dengan demikian, posisi pemuda tidak hanya semata-mata sumberdaya produksi bagi kegiatan perekonomian sebagai tenaga kerja, tetapi juga merupakan faktor penentu yang signifikan bagi kemajuan dan kemunduran perekonomian suatu negara.
Potensi besar pemuda juga terletak pada sifat cenderung pada pembaruan dan perubahan yang dimiliki oleh golongan usia ini. Pemuda merupakan ujung tombak setiap perubahan yang terjadi sepanjang sejarah Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan nasional pada era-era perjuangan meraih kemerdekaan dan mempertahankannya di awal-awal kemerdekaan, sebagian besar tokohnya adalah kaum muda. Era kepemimpinan dan ketokohan pemuda dalam gerakan sosial dan politik di Indonesia era ’98 juga dipelopori oleh para pemuda. Dengan demikian, pemuda dalam kategori sosial memainkan peran kepeloporan yang relatif signifikan dalam sejarah Bangsa Indonesia.
Kepeloporan pemuda tidak hanya berupa gerakan dalam konteks politik dan kepemerintahan, tetapi juga dalam konteks yang lebih luas, seperti dalam gerakan sosial-keswadayaan sebagai social workers, penumbuhan modal sosial, pengembangan seni dan budaya, kegiatan ekonomi kreatif, serta kegiatan olahraga.
Potensi pemuda lain yang dapat menjadi kebanggaan bangsa adalah kepeloporan pemuda di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Peranan pemuda dalam bidang iptek dapat diwujudkan dalam kepeloporan penemuan dan pemanfaatan Iptek. Kepeloporan Iptek diwujudkan dalam inovasi-inovasi baru di bidang teknologi dan prestasi di bidang ilmu pengetahuan. Melalui kepeloporan Iptek, peran pemuda semakin kokoh sebagai pembaru dan pelopor kemajuan peradaban manusia. Kemajuan suatu bangsa dalam penguasaan Iptek di masa depan akan menjadi salah satu penentu keunggulan bersaing dalam percaturan negara di dunia, disam ping kekuatan ekonomi dan militer.
Rendahnya kualitas pemuda yang ditandai oleh angka partisipasi pemuda dalam pendidikan. Data Susenas 2008 menunjukkan sekitar 1,27% jumlah pemuda belum/tidak pernah sekolah; 17,34% masih/sedang bersekolah; dan 81,40% sudah tidak bersekolah lagi. Berdasarkan tingkat kelulusan pemuda tahun 2008: 6,06% lulus perguruan tinggi; 30,83% lulus SMA; 30,81% lulus SMP; 23,33% lulus SD; dan 8,97% tidak memiliki ijazah dan belum tamat SD.
Disamping potensi vital yang dimiliki, juga terdapat beberapa permasalahan kepemudaan menyangkut perekonomian. Data dari Depnakertrans (2004) untuk periode 1992 – 2002 menunjukkan, produktivitas tenaga kerja hanya menunjang 0,98 terhadap indeks PDB (Produk Domestik Bruto) Sektor Industri yang memiliki besaran 4,05. Dengan kata lain, jika dilihat bahwa pemuda merupakan bagian terbesar dari tenaga kerja, maka dapat dikatakan, kemungkinan rendahnya produktivitas tenaga kerja golongan muda juga ikut berperan pada rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor industri tersebut.
Masalah berikutnya adalah tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda. Menurut data Sakernas, tingkat pengangguran terbuka dari golongan pemuda sebesar 17,36% pada tahun 2008. Proporsi tingkat pengangguran terbuka lebih condong di daerah perkotaan dibandingkandengan di daerah perdesaan, yaitu 20,75% dibandingkan 15,3%. Diduga penyebab angka pengangguran terbuka di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan karena lapangan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang ditawarkan, serta tidak sesuainya kompetensi dan kualifikasi pencari kerja dengan kebutuhan pasar kerja yang tersedia. Di masa depan, tantangan kepemudaan dalam bidang ekonomi adalah persoalan produktivitas, kemampuan kewirausahaan, dan daya saing produktivitas pemuda dalam aktivitas perekonomian. Pemuda dituntut semakin kreatif, inovatif, produktif, dan memiliki kapasitas lebih dari memadai agar memiliki peluang yang besar untuk memainkan peran sebagai pelaku ekonomi potensial pada skala mikro, kecil, menengah, dan besar, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Data Sakernas 2008 menunjukkan, TPT pemuda sebesar 17,36%. Di sisi lain, beberapa persoalan kepemudaan yang terkait dengan peran sosial masih memerlukan perhatian. Beberapa persoalan yang menandai kondisi pemuda saat ini antara lain persoalan rendahnya minat baca di kalangan pemuda, yaitu 37,5%; persoalan penyalahgunaan obat-obatan psikotropika dan narkotika; premanisme; serta minimnya sarana dan prasarana kepemudaan juga merupakan faktor yang turut memperbesar masalah kepemudaan. Selain itu persoalan wawasan kebangsaan, bela negara, cinta tanah air merupakan faktor yang perlu terus dipupuk dan ditanamkan di kalangan para pemuda. Lebih jauh, persoalan lain yang tidak kalah penting adalah munculnya orientasi yang berlebihan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis seputar kekuasaan dibandingkan kepada kegiatan-kegiatan kepeloporan di bidang keswadayaan dan kesukarelawanan, penumbuhan modal sosial dan pekerja sosial, penumbuhan kreasi seni, budaya, ekonomi kreatif, serta olahraga.
Tantangan kepemudaan dalam kategori sosial ini adalah mengembangkan kapasitas kepeloporan, kebugaran, dan kreatifitas pemuda sehingga memiliki kapasitas yang memadai, baik fisik maupun mental sebagai pelopor pembaruan nilai-nilai. Dalam kategori Iptek, tantangan pemuda masa depan adalah meningkatkan penguasaan iptek sekaligus menekan ekses negatif dari kemajuan Iptek. Ekses negatif tersebut muncul dalam beragam bentuk, mulai dari penyalahgunaan internet dalam produksi atau konsumsi pornografi sampai kejahatan yang dilakukan oleh kalangan pemuda dengan memanfaatkan teknologi, seperti pemalsuan dokumen, pembajakan kartu kredit, perusakan domain pihak lain, penyebarluasan informasi yang destruktif, peningkatan potensi terorisme kekerasan, dan sebagainya. Oleh karena itu, penguasaan dan pemanfaatan Iptek harus juga diikuti dengan penguatan nilai-nilai moralitas yang ditanamkan kepada kalangan pemuda, baik melalui pendidikan, olahraga, maupun kegiatan peningkatan iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari uraian di atas menunjukkan, bahwa peran strategis pemuda dapat terdiri dari beberapa domain/kategori dalam masa yang bersamaan. Masing-masing kategori tidak selalu berdiri sendiri, tetapi juga bisa saling terkait satu dengan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, peran pemuda dalam lapangan ekonomi terkait dengan kapasitas ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kapasitas ilmu pengetahuan yang dimiliki terkait dengan tingkat pendidikan yang dicapai. Keterkaitan antar kategori ini menyebabkan pembangunan kepemudaan nasional memerlukan koordinasi yang sinergis, efektif, dan berkesinambungan antar lembaga yang menangani pembangunan kepemudaan, mengingat beberapa kementerian, lembaga, dan organisasi memiliki kebijakan/program yang menangani pemuda.
Koordinasi pembangunan kepemudaan secara sinergis, efektif, dan berkelanjutan tidak hanya berlangsung horisontal antar kelembagaan di pusat, tetapi juga antara pusat dan daerah, mengingat wilayah pembangunan nasional, di dalamnya pembangunan kepemudaan, juga berada di daerah. Oleh karena itu, perlu dibuat formulasi yang tepat untuk menciptakan pola pembangunan kepemudaan yang terintegrasi dan terkoordinasi antara pusat dan daerah.
Dengan demikian, tantangan ke depan adalah peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda yang didukung oleh pendanaan kepemudaan, sarana dan prasarana kepemudaan, penghargaan kepemudaan, serta optimalisasi manajemen organisasi kepemudaan dalam rangka penyadaran, pemberdayaan, pengembangan kepemimpinan, pengembangan kewirausahaan, dan pengembangan kepeloporan pemuda.
B. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN KEPANDUAN
Ada beberapa faktor yang telah berhasil diidentifikasi sebagai masalah dan tantangan dalam pendidikan kepanduaan yang dilaksanakan oleh Gerakan Pramuka, yaitu:
a. Eksistensi organisasi GP tidak kokoh
1) Payung hukum lemah :
a) Keputusan Presiden No.238 tahun 1961 saat ini tidak sepenuhnya mendukung eksistensi Gerakan Pramuka.
Kekurangan daripada Keputusan Presiden tersebut antara lain adalah tidak diaturnya masalah konsekuensi dukungan dana dalam upaya Gerakan Pramuka melaksanakan amanat Keppres tersebut.
b) Sebagai salahsatu dampak daripada lemahnya payung hukum yang ada sekarang ini, maka muncul organisasi kepanduan di luar Gerakan Pramuka sebagaimana terlihat adanya upaya beberapa organisasi kepanduan membangkitkan kembali kegiatannya. Kegiatan yang mereka bangkitkan terkesan eksklusif karena hanya bagi golongannya. Hal ini bertentangan dengan prinsip kepanduan dunia yang menerapkan prinsip kesukarelaan dan tidak membedakan suku, ras, golongan dan agama. Ancaman ini perlu disikapi oleh Gerakan Pramuka dengan lebih meningkatkan peran dan fungsinya sehingga lebih dirasakan keberadaannya oleh masyarakat.
2) Manajemen belum optimal
Sistem Informasi Manajemen dan Pengelolaan sumberdaya (personil, materiel dan keuangan) Gerakan Pramuka belum optimal. Salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh organisasi modern adalah adanya sistem informasi manajemen yang digunakan untuk menetapkan kebijakan organisasi. Sedangkan pengelolaan personil, materiel dan keuangan belum optimal pula karena perangkat lunak yang mengatur ketiga hal di atas masih banyak kekurangannya.
3) Andalan dan pembimbing masih banyak yang belum menghayati tugas pokok dan fungsinya. Anggota Majelis Pembimbing dan andalan yang ada belum dapat memberikan dukungan moril, materiel maupun organisatoris secara optimal. Untuk itu perlu upaya pendekatan dan koordinasi serta konsultasi secara terus menerus dengan fihak pengurus kwartir.
b. Fungsi GP sebagai wadah pendidikan non formal belum berjalan optimal
1) Satuan pendidikan kurang berfungsi
a) Materi pendidikan dan pelatihan belum dimutakhirkan.
Materi pendidikan yang ada belum dimutakhirkan, seperti kursus-kursus mahir dasar maupun lanjutan, kursus orientasi, hingga kursus pelatih dasar maupun kursus pelatih lanjutan.
b) Masih ada sebagian gugusdepan berbasis di sekolah dan perguruan tinggi yang belum berjalan optimal.
Belum optimalnya Gudep-gudep tersebut di atas adalah karena berbagai sebab. Salah satunya adalah belum disadari betapa pentingnya kepramukaan sebagai pendukung pembentukan watak kaum muda oleh para guru, orangtua murid ataupun mahasiswa yang bersangkutan.
c) Kesakaan kurang berjalan sesuai ketentuan.
Pengaruh instansi mitra Gerakan Pramuka yang berkepentingan dalam pembinaan Saka merupakan salahsatu faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Pencarian titik temu antara kedua belah pihak perlu terus diupayakan.
2) Tenaga pendidik terbatas
Kualitas dan kuantitas Pelatih dan Pembina Pramuka kurang.
Apabila jumlah anggota muda Gerakan Pramuka adalah sekitar 20 juta orang, maka dengan rasio 1 pembina :10 anggota muda, diperlukan 2 juta orang Pembina. Berdasar pendataan yang tersedia hanya 1,2 juta saja. Jadi diperlukan 800.000 orang lagi. Seiring dengan hal tersebut kualitas Pembina-pembina perlu ditingkatkan melalui kursus-kursus yang ada di lingkungan Gerakan Pramuka.
3) Proses pendidikan belum optimal
Belum optimalnya proses pendidikan sebagai akibat dari kurangnya tenaga Pembina berkualitas dan kurangnya buku-buku pedoman mengakibatkan pula menurunnya kualitas peserta didik.
4) Kurikulum belum dimutahirkan
Materi dan metode pendidikan perlu dimutakhirkan, seperti kursus-kursus Orientasi, Pembina Mahir Dasar dan Lanjutan, Pelatih Pembina Dasar dan Lanjutan serta kursus Pamong dan Instruktur.
5) Sarana/prasarana terbatas:
Keberadaan dukungan sarana/prasarana diklat dan manjemen seperti: sanggar keterampilan, peralatan, perpustakaan, lapangan, bumi perkemahan, kantor kwartir belum memadai.
6) Penurunan nilai moral kaum muda
Dampak perkembangan teknologi dan laju industri , pendidikan yang kurang memadai baik pada jalur pendidikan formal, non formal maupun informal di keluarga menjadi faktor-faktor menurunnya nilai moral kaum muda. Berkurangnya pendampingan orang tua terhadap anak baik kuantitas maupun kualitas menyebabkan anak-anak kurang mendapatkan nilai-nilai positif, yang berakibat pada meningkatnya pergaulan yang kurang baik, tindakan kekerasan, penggunaan narkoba dan miras di kalangan kaum muda dan penyakit sosial lainnya
7) Menurunnya semangat patriotisme dan nasionalisme kaum muda.
Kurangnya pendidikan karakter bangsa, bela negara dan penanaman nilai-nilai cinta tanah air telah mengakibatkan menurunya semangat patriotisme dan nasionalisme kaum muda.
8) Organisasi lain menawarkan kegiatan di alam terbuka yang lebih menarik.
Kegiatan alam terbuka/outbound saat ini makin diminati oleh kaum muda. Kesempatan ini digunakan oleh berbagai pihak untuk dikomersialkan dengan menawarkan berbagai kegiatan di alam terbuka yang sebenarnya merupakan ciri khas Gerakan Pramuka.
2. Dampak
Dengan adanya kelemahan tersebut di atas, maka timbulah dampak yang tidak menguntungkan bagi Gerakan Pramuka, yaitu:
a. Kegiatan kepramukaan tidak berjalan sebagaimana mestinya
b. Kegiatan kepramukan tidak menarik minat kaum muda
c. Gerakan Pramuka bukan menjadi pilihan utama kaum muda
d. Kegiatan kepramukaan kurang berperan dalam membendung munculnya pelbagai masalah kaum muda serta belum optimal dalam pembentukan kepribadian, watak dan akhlak mulia kaum muda sebagai calon pemimpin bangsa
C. URGENSI PARTISIPASI PEMUDA DALAM GERAKAN KEPANDUAN
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir telah berhasil mendatangkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk di antaranya di dalam kehidupan kaum muda. Tingkat pendidikan rata-rata kaum muda Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tiga dasawarsa yang lalu. Di bidang olahraga dan kesenian, banyak kaum muda Indonesia yang telah berhasil mencetak prestasi tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga regional, bahkan internasional. Sedangkan di bidang ekonomi dan politik, banyak kaum muda Indonesia yang telah sukses meniti karier sebagai eksekutif dan politisi muda yang handal.
Akan tetapi, seiring dengan berbagai kemajuan tersebut, ditemukan pula beragam masalah dan tantangan yang dihadapi oleh kaum muda yang secara umum dapat dibedakan atas dua kelompok. Pertama, masalah dan tantangan kebangsaan yang terutama terkait dengan perubahan nilai-nilai kehidupan sosial dan budaya. Kemudahan akses informasi dan pengaruh globalisasi telah menyebabkan banyaknya generasi muda mengalami internasionalisasi nilai-nilai sosial dan budaya. Akibatnya, solidaritas sosial dan semangat kebangsaan yang dibangun yang berkaitan dengan kepentingan dan nilai-nilai nasional, sering berada pada prioritas yang rendah. Tidak mengherankan jika banyak kaum muda menjadi tidak peduli dengan masalah yang terjadi di sekitarnya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kedua, masalah dan tantangan sosial yang terutama terkait dengan kemiskinan. Sebagai akibat kesulitan ekonomi, banyak kaum muda tidak dapat melanjutkan pendidikan atau putus sekolah. Dampaknya terlihat pada sulitnya mendapatkan pekerjaan serta munculnya berbagai masalah dan penyakit sosial. Angka pengangguran, kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang, hubungan seksual pra-nikah, kehamilan dan aborsi remaja, prostitusi dan penyakit HIV/AIDS serta angka kriminalitas remaja meningkat dengan tajam.
Munculnya berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh kaum muda tentu saja perlu segera diatasi. Sebagian kaum muda kurang memiliki solidaritas sosial dan semangat kebangsaan yang rendah dan harus berhadapan dengan berbagai masalah dan penyakit sosial, bukanlah kaum muda yang dapat diharapkan dan diandalkan. Dampak yang ditimbulkan, bukan saja dapat merusak hidup dan kehidupan kaum muda pada saat ini, tetapi yang paling dikhawatirkan adalah dapat mengancam eksistensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di masa depan.
Dalam rangka pembangunan kepemudaan Kementerian Pemuda dan Olahraga memiliki visi mewujudkan kepemudaan yang berdaya saing. Berdaya saing dalam lingkup kepemudaan mengandung arti: “memiliki kemampuan berkompetisi yang dihasilkan melalui pola pengaderan dan peningkatan potensi pemuda secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan metode pendidikan, pelatihan, pemagangan, pembimbingan, pendampingan, serta pemanfaatan kajian, kemitraan, dan sentra pemberdayaan pemuda yang terus-menerus dikembangkan sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dalam menciptakan nilai tambah kepemudaan di berbagai bidang pembangunan, serta peningkatan akhlak mulia dan prestasi pemuda Indonesia di kancah kompetisi global.”
Visi pembangunan kepemudaan ini kemudian di jabarkan kedalam misi yang hendak dicapai oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga yaitu :
1. Meningkatkan potensi sumber daya kepemudaan dengan memanfaatkan kemitraan lintas sektoral, antar tingkat pemerintahan, dan kemasyarakatan untuk mendukung penyadaran dan pemberdayaan pemuda melalui peningkatan wawasan, inventarisasi potensi, kapasitas keilmuan, kapasitas keimanan, kreativitas, dan kemampuan berorganisasi pemuda sehingga pemuda dapat meningkatkan partisipasi, peran aktif, dan produktivitas dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara;
2. Mewujudkan pemuda maju, berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing melalui penyiapan pemuda kader sesuai karakteristik pemuda yang memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria serta memiliki sikap kritis, idealis, inovatif, progresif dinamis, reformis, dan futuristik tanpa meninggalkan akar budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam kebhinnekatunggalikaan untuk mendukung pengembangan pendidikan, kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kesukarelawanan pemuda di berbagai bidang pembangunan, termasuk penugasan khusus bagi pengembangan kepanduan/kepramukaan sebagai wadah pengaderan calon pemimpin bangsa;